Sunday, February 23, 2014

Tulisan 6 Nyanyian Katak

Nyanyian Katak

Aku berdiri disini dikala hujan. Rintik air mengenai pipiku. Menyamarkan air mata yang ikut mengalir dipipiku. Langit biru kelam dengan awan kelabu yang bergerak di dalamnya, menyembunyikan matahari dariku. Pipiku semakin menghangat ketika aku memikirkan kamu menghampiriku dengan senyum yang sangat kusukai dengan membawa payung ditanganmu.

“Apa yang kamu lakukan?” Kamu bertanya padaku.

“Apa kamu tidak kedinginan?” Kamu bertanya saat kamu menggenggam tanganku yang mulai mati rasa.

“Kamu kedinginan.” Senyum itu menghilang ketika kamu merasakan betapa dinginnya tanganku.

“Ayo kita ketempat yang lebih hangat.” Dengan cengiran yang rasanya sangat familiar kamu menuntunku.

“Aku menyukaimu!” Jika saja aku bisa menyatakannya. Menyatakan perasaanku padamu.

Tapi ketika aku membuka mataku, kamu tidak disini. Hanya ada aku, tanganku menggapai udara kosong, hujan mengatakan yang sebenarnya. Kamu tidak ada. Kamu tidak pernah ada disini.

__________

Amaya1 adalah seseorang yang aku kagumi. Kekaguman itu kemudian berubah menjadi perasaan suka. Aku mengenalmu pertama kali saat aku masuk SMA, Kamu adalah ketua OSIS, aku hanya anak baru. Pidatomu sangat mengagumkan, kamu bisa berbicara begitu percaya diri di depan ratusan orang. Aku mengagumimu karena itu.

Pertemuan pertama kita yaitu saat kamu akan pulang kerumah. Saat itu hujan sangat deras. Aku berlari menuju halte ketika aku melihat siluet yang sedang menari dibawah hujan. Dengan jas hujan dan payung ditanganmu, kamu menari dengan gerakan yang aneh dan menggumamkan suatu lagu. Kamu berhenti saat kamu melihatku, yang sedang mengamatimu dari jauh.

Kamu kemudian menghampiriku, cara berlarinya lucu. Kamu menyodorkan tangan, memberikan payung yang sedari tadi kamu pegang. Aku terlalu terkejut sampai-sampai kamu harus mengambil tanganku dan menaruh payungnya ditanganku. Aku tersenyum. Sebelum aku bisa berterima kasih, kamu sudah berlari menjauh. Aku tidak bisa melihat kearah mana kamu pergi karena kabut yang tebal.

Itulah saat dimana kekagumanku berubah menjadi perasaan suka.

Di halte dekat sekolah itu adalah tempat pertemuan kita. Tempat saat pertama aku benar-benar mengenalmu. Kamu lucu, terkadang juga pemalu tapi kamu sering tertawa akan apa saja yang aku lakukan untuk menghiburmu. Walaupun aku tahu leluconku itu payah.

“Hei, Akio2, apa kamu tahu nyanyian katak?”

“Nyayian katak? Nyanyian seperti apa sampai bisa disebut nyanyian ‘katak’?”

Aku heran, terdengar bodoh di telingaku. Aku bertaruh itu hanya sembarang lagu yang kamu pikirkan.

“Itu adalah nyanyian untuk memanggil hujan. Mau aku nyanyikan lagu itu untukmu?”

“Aku tidak mau hujan. Disini dingin, tahu! Lebih baik di nyanyikan ketika ada matahari diatas sana.”

Kamu cemberut. Kamu sangat menyukai hujan. Seperti arti namamu, Amaya yang berarti hujan dimalam hari. Kamu menyukai hujan seperti itu adalah hal terbaik yang terjadi di dunia ini. Aku menganggap itu lucu tapi sangat menarik.

“Tapi, Aku suka hujan. Apa kamu tidak menyukai hujan, Akio?”

Aku menyukai kamu yang sangat bersemangat setiap kamu mengatakan kamu suka bau rerumputan setelah hujan. Atau bagaimana katak akan bernyanyi ketika turun hujan.

“Aku..... Suka hujan.” Jika ada kamu bersamaku.

Lengkungan dibibirmu kembali saat kamu menjawab, “Ya kan? Hujan itu indah.”

Kamu kembali menatap langit, sedangkan aku tetap menatapmu. Kata-kata asalmu, kata yang tidak berarti, itu sangat berharga bagiku. Caramu berbicara terdengar lucu. Kamu akan tertawa dan saling mengejek saat bersamaku. Jika saja aku bisa menyatakan perasaan ini. Tapi aku begitu takut. Aku takut kehilanganmu jika aku melakukannya.

Aku mengikutimu menatap langit. Langit biru dengan kapas putih mewarnai dunia ini.

Kamu mulai menggumamkan apa yang kamu sebut sebagai nyayian katak. Suaramu begitu indah. Seakan bisa menghangatkan apa saja yang ada disekitarmu. Termasuk aku.

Kemudian, air mulai berjatuhan. Senyummu semakin lebar saat merasakan air menyetuh wajahmu. Kamu berdiri dan berputar-putar di jalan, untung saja jalanan ini memang selalu sepi.

“Kamu mau ikut aku?”

Kamu menyodorkan tanganmu.

Aku berdiri.

“Tentu saja.”

__________

Disuatu hari kamu datang kepadaku. Aku menunggumu di halte seperti biasa. Aku siap menyambut senyummu. Tapi kamu kelihatan tidak sehat. Wajahmu pucat. Rambutmu berantakan, sama seperti baju seragammu. Matamu merah, aku masih bisa melihat jejak air matamu. Aku kehilangan senyumanku. Aku khawatir.

“Amaya, ada apa?”

Aku menggenggam tanganmu. Kamu gemetar dan kedinginan. Apa kamu diluar terlalu lama saat musim dingin ini?

Bukannya menjawab, matamu kembali menurunkan air mata. Kamu menangis. Aku tidak pernah melihatmu menangis.

Aku kebingungan. Aku sudah melihat beberapa gadis menangis didepanku, entah karena aku menolak mereka atau hanya sekedar menangis. Tapi aku tidak pernah menyangka kamu menangis. Kamu selalu tersenyum.

Menunggumu berbicara itu tidak berguna. Sehingga aku memelukmu. Isakan itu terhenti beberapa saat, tapi mulai lagi saat kamu membalas pelukanku.

Aku tidak tahu apa yang terjadi hari itu. Kamu tidak memberitahuku dan aku  mengunggu untuk kamu menceritakannya. Tapi itu tidak pernah terjadi, kamu tidak pernah memberitahuku. Gosip-gosip bilang kamu putus dengan pacarmu. Gosip lain bilang keluargamu meninggal. Gosip lain lagi bilang kamu di-bully oleh teman-temanmu. Aku tidak tahu yang mana yang benar.

Keesokan harinya kamu datang ke halte. Senyum itu kembali diwajahmu, seakan-akan kejadian kemarin tidak pernah terjadi. Di dalam hati aku bertanya. Pertanyaan muncul dibenakku. Tapi aku takut. Aku begitu pengecut. Aku tidak mempunyai keberanian. Itu hanyalah pertanyaan simple ‘ada apa?’ tapi aku tidak bisa mengatakannya. Aku takut jika aku membahas kejadian kemarin, kamu akan menangis lagi. Aku tidak suka kamu menangis. Aku suka saat kamu tersenyum. Tersenyum kepadaku. Tersenyum karenaku.

Kamu tidak terlihat berbeda. Maka aku juga akan bertingkah sama. Bus datang tidak lama setelah itu. Kita menaikinya bersama-sama. Kamu tetap membahas tentang nyanyian katak itu. Aku menyanyikan nyanyian katak itu, tapi kamu bilang aku payah. Tapi aku tetap bernyanyi dan kamu tidak bisa berhenti tertawa. Kami tidak peduli dengan berpasang-pasang mata yang melihat kearah kami. Aku juga tidak peduli saat seorang nenek tersenyum kecil melihat kearah kami. Itu adalah apa yang selalu kami lakukan. Aku tidak menyangka hari itu adalah hari terakhir kita duduk di dalam bus yang sama.

__________

Aku tidak tahu kenapa jadi seperti ini. Aku tidak pernah berpikir aku akan menghabiskan waktuku duduk di halte sambil menatap jalanan yang sepi. Aku menunggu. Orang-orang menyuruhku untuk berhenti. Mereka bilang kamu sudah tidak ada. Kamu tidak akan kembali. Tapi aku tetap disini menunggumu. Aku tahu kamu pasti akan datang suatu hari dengan senyum seperti biasa, dan dengan payung ditangan. Kamu akan basah kuyup dan terengah-engah. Kamu akan memberikan payungmu padaku, sama seperti saat pertama kita bertemu.

“Akio, kamu harus berhenti datang kesana.”

Suara Kakakku terngiang di benakku.

Kalimat yang sama yang aku dengar dari orang-orang.

Aku tidak pernah mendengarkan.

Sebentar lagi aku akan lulus. Sebentar lagi aku akan meninggalkan kota ini. Kota dimana aku menghabiskan waktu denganmu.

Kamu tidak pernah kembali ketempat pertemuan kita, walaupun aku sudah menunggu disana. Duduk sambil menatap langit, bertanya apa hujan akan datang atau katak akan keluar dan bernyanyi, bersamamu.

Ditanganku ada boneka katak yang aku buat sendiri untukmu. Kamu suka kan? Aku akan memberikan ini kepadamu saat kamu datang kepadaku, sambil menangis. Aku kehilangan kesempatan itu. Aku tidak tahu apakah perasaanmu sama dengan apa yang aku rasakan saat aku bersamamu.

Aku merasakan air jatuh ke tanganku. Apa itu hujan? Atau air mataku?

Hujan kembali datang. Seperti hari-hari sebelumnya. Kota hujan, kamu menamai kota ini. Aku berdiri dan menari. Tarian aneh sambil bernyanyi lagu yang selalu kamu gumamkan. Aku merasakan air memelukku.

Disisi mataku, aku melihat cahaya datang begitu cepat. Aku melihatmu berlari kearahku, dengan senyum dan payung ditanganmu. Matamu menerangi jalanan, seperti lampu. Kamu menghilang, digantikan oleh bus yang sama menuju kearahku. Dan cahaya itu hilang.

.
.
.
End

Note:
1.        Amaya nama anak perempuan Jepang yang berarti “Hujan di Malam Hari”
2.        Akio nama anak laki-laki Jepang yang berarti "Orang Terang”

0 comments:

Post a Comment