Nyanyian
Katak
Aku berdiri disini dikala
hujan. Rintik air mengenai pipiku. Menyamarkan air mata yang ikut mengalir
dipipiku. Langit biru kelam dengan awan kelabu yang bergerak di dalamnya,
menyembunyikan matahari dariku. Pipiku semakin menghangat ketika aku memikirkan
kamu menghampiriku dengan senyum yang sangat kusukai dengan membawa payung ditanganmu.
“Apa yang kamu lakukan?” Kamu bertanya padaku.
“Apa kamu tidak kedinginan?” Kamu bertanya saat kamu menggenggam tanganku yang
mulai mati rasa.
“Kamu kedinginan.” Senyum itu menghilang ketika kamu merasakan betapa dinginnya tanganku.
“Ayo kita ketempat yang lebih hangat.” Dengan cengiran yang rasanya sangat familiar kamu
menuntunku.
“Aku menyukaimu!” Jika saja aku bisa menyatakannya. Menyatakan perasaanku padamu.
Tapi ketika aku membuka
mataku, kamu tidak disini. Hanya ada aku, tanganku menggapai udara kosong,
hujan mengatakan yang sebenarnya. Kamu tidak ada. Kamu tidak pernah ada disini.
__________
Amaya1 adalah
seseorang yang aku kagumi. Kekaguman itu kemudian berubah menjadi perasaan
suka. Aku mengenalmu pertama kali saat aku masuk SMA, Kamu adalah ketua OSIS,
aku hanya anak baru. Pidatomu sangat mengagumkan, kamu bisa berbicara begitu
percaya diri di depan ratusan orang. Aku mengagumimu karena itu.
Pertemuan pertama kita
yaitu saat kamu akan pulang kerumah. Saat itu hujan sangat deras. Aku berlari
menuju halte ketika aku melihat siluet yang sedang menari dibawah hujan. Dengan
jas hujan dan payung ditanganmu, kamu menari dengan gerakan yang aneh dan
menggumamkan suatu lagu. Kamu berhenti saat kamu melihatku, yang sedang mengamatimu dari
jauh.
Kamu kemudian
menghampiriku, cara berlarinya lucu. Kamu menyodorkan tangan, memberikan
payung yang sedari tadi kamu pegang. Aku terlalu terkejut sampai-sampai kamu harus mengambil tanganku dan menaruh payungnya ditanganku. Aku tersenyum. Sebelum
aku bisa berterima kasih, kamu sudah berlari menjauh. Aku tidak bisa melihat
kearah mana kamu pergi karena kabut yang tebal.
Itulah saat dimana kekagumanku
berubah menjadi perasaan suka.
Di halte dekat sekolah itu
adalah tempat pertemuan kita. Tempat saat pertama aku benar-benar mengenalmu.
Kamu lucu, terkadang juga pemalu tapi kamu sering tertawa akan apa saja yang
aku lakukan untuk menghiburmu. Walaupun aku tahu leluconku itu payah.
“Hei, Akio2,
apa kamu tahu nyanyian katak?”
“Nyayian katak? Nyanyian seperti
apa sampai bisa disebut nyanyian ‘katak’?”
Aku heran, terdengar bodoh
di telingaku. Aku bertaruh itu hanya sembarang lagu yang kamu pikirkan.
“Itu adalah nyanyian untuk
memanggil hujan. Mau aku nyanyikan lagu itu untukmu?”
“Aku tidak mau hujan. Disini
dingin, tahu! Lebih baik di nyanyikan ketika ada matahari diatas sana.”
Kamu cemberut. Kamu sangat
menyukai hujan. Seperti arti namamu, Amaya yang berarti hujan dimalam hari. Kamu
menyukai hujan seperti itu adalah hal terbaik yang terjadi di dunia ini. Aku menganggap
itu lucu tapi sangat menarik.
“Tapi, Aku suka hujan. Apa
kamu tidak menyukai hujan, Akio?”
Aku menyukai kamu yang
sangat bersemangat setiap kamu mengatakan kamu suka bau rerumputan setelah hujan.
Atau bagaimana katak akan bernyanyi ketika turun hujan.
“Aku..... Suka hujan.” Jika ada kamu bersamaku.
Lengkungan dibibirmu
kembali saat kamu menjawab, “Ya kan? Hujan itu indah.”
Kamu kembali menatap
langit, sedangkan aku tetap menatapmu. Kata-kata asalmu, kata yang tidak
berarti, itu sangat berharga bagiku. Caramu berbicara terdengar lucu. Kamu akan
tertawa dan saling mengejek saat bersamaku. Jika saja aku bisa menyatakan
perasaan ini. Tapi aku begitu takut. Aku takut kehilanganmu jika aku
melakukannya.
Aku mengikutimu menatap
langit. Langit biru dengan kapas putih mewarnai dunia ini.
Kamu mulai menggumamkan
apa yang kamu sebut sebagai nyayian katak. Suaramu begitu indah. Seakan bisa
menghangatkan apa saja yang ada disekitarmu. Termasuk aku.
Kemudian, air mulai
berjatuhan. Senyummu semakin lebar saat merasakan air menyetuh wajahmu. Kamu berdiri
dan berputar-putar di jalan, untung saja jalanan ini memang selalu sepi.
“Kamu mau ikut aku?”
Kamu menyodorkan tanganmu.
Aku berdiri.
“Tentu saja.”
__________
Disuatu hari kamu datang
kepadaku. Aku menunggumu di halte seperti biasa. Aku siap menyambut senyummu. Tapi
kamu kelihatan tidak sehat. Wajahmu pucat. Rambutmu berantakan, sama seperti
baju seragammu. Matamu merah, aku masih bisa melihat jejak air matamu. Aku
kehilangan senyumanku. Aku khawatir.
“Amaya, ada apa?”
Aku menggenggam tanganmu. Kamu
gemetar dan kedinginan. Apa kamu diluar terlalu lama saat musim dingin ini?
Bukannya menjawab, matamu
kembali menurunkan air mata. Kamu menangis. Aku tidak pernah melihatmu
menangis.
Aku kebingungan. Aku sudah
melihat beberapa gadis menangis didepanku, entah karena aku menolak mereka atau
hanya sekedar menangis. Tapi aku tidak pernah menyangka kamu menangis. Kamu selalu
tersenyum.
Menunggumu berbicara itu
tidak berguna. Sehingga aku memelukmu. Isakan itu terhenti beberapa saat, tapi
mulai lagi saat kamu membalas pelukanku.
Aku tidak tahu apa yang
terjadi hari itu. Kamu tidak memberitahuku dan aku mengunggu untuk kamu menceritakannya. Tapi itu
tidak pernah terjadi, kamu tidak pernah memberitahuku. Gosip-gosip bilang kamu
putus dengan pacarmu. Gosip lain bilang keluargamu meninggal. Gosip lain lagi
bilang kamu di-bully oleh teman-temanmu. Aku tidak tahu
yang mana yang benar.
Keesokan harinya kamu
datang ke halte. Senyum itu kembali diwajahmu, seakan-akan kejadian kemarin
tidak pernah terjadi. Di dalam hati aku bertanya. Pertanyaan muncul dibenakku. Tapi
aku takut. Aku begitu pengecut. Aku tidak mempunyai keberanian. Itu hanyalah
pertanyaan simple ‘ada apa?’ tapi aku tidak bisa mengatakannya. Aku takut jika aku membahas kejadian kemarin, kamu akan menangis lagi. Aku tidak suka kamu menangis. Aku suka saat kamu tersenyum. Tersenyum kepadaku. Tersenyum karenaku.
Kamu tidak terlihat
berbeda. Maka aku juga akan bertingkah sama. Bus datang tidak lama setelah itu.
Kita menaikinya bersama-sama. Kamu tetap membahas tentang nyanyian katak itu.
Aku menyanyikan nyanyian katak itu, tapi kamu bilang aku payah. Tapi aku tetap
bernyanyi dan kamu tidak bisa berhenti tertawa. Kami tidak peduli dengan berpasang-pasang
mata yang melihat kearah kami. Aku juga tidak peduli saat seorang nenek
tersenyum kecil melihat kearah kami. Itu adalah apa yang selalu kami lakukan. Aku
tidak menyangka hari itu adalah hari terakhir kita duduk di dalam bus yang
sama.
__________
Aku tidak tahu kenapa jadi
seperti ini. Aku tidak pernah berpikir aku akan menghabiskan waktuku duduk di halte
sambil menatap jalanan yang sepi. Aku menunggu. Orang-orang menyuruhku untuk
berhenti. Mereka bilang kamu sudah tidak ada. Kamu tidak akan kembali. Tapi aku
tetap disini menunggumu. Aku tahu kamu pasti akan datang suatu hari dengan
senyum seperti biasa, dan dengan payung ditangan. Kamu akan basah kuyup dan
terengah-engah. Kamu akan memberikan payungmu padaku, sama seperti saat pertama
kita bertemu.
“Akio, kamu harus berhenti
datang kesana.”
Suara Kakakku terngiang di
benakku.
Kalimat yang sama yang aku
dengar dari orang-orang.
Aku tidak pernah
mendengarkan.
Sebentar lagi aku akan lulus.
Sebentar lagi aku akan meninggalkan kota ini. Kota dimana aku menghabiskan
waktu denganmu.
Kamu tidak pernah kembali
ketempat pertemuan kita, walaupun aku sudah menunggu disana. Duduk sambil
menatap langit, bertanya apa hujan akan datang atau katak akan keluar dan
bernyanyi, bersamamu.
Ditanganku ada boneka
katak yang aku buat sendiri untukmu. Kamu suka kan? Aku akan memberikan ini
kepadamu saat kamu datang kepadaku, sambil menangis. Aku kehilangan kesempatan itu.
Aku tidak tahu apakah perasaanmu sama dengan apa yang aku rasakan saat aku
bersamamu.
Aku merasakan air jatuh ke
tanganku. Apa itu hujan? Atau air mataku?
Hujan kembali datang. Seperti
hari-hari sebelumnya. Kota hujan, kamu menamai kota ini. Aku berdiri dan
menari. Tarian aneh sambil bernyanyi lagu yang selalu kamu gumamkan. Aku merasakan
air memelukku.
Disisi mataku, aku melihat
cahaya datang begitu cepat. Aku melihatmu berlari kearahku, dengan senyum dan
payung ditanganmu. Matamu menerangi jalanan, seperti lampu. Kamu menghilang,
digantikan oleh bus yang sama menuju kearahku. Dan cahaya itu hilang.
.
.
.
End
Note:
1.
Amaya nama anak perempuan Jepang
yang berarti “Hujan di Malam Hari”
2.
Akio nama anak laki-laki Jepang yang berarti "Orang Terang”